Artikel

GEOLOG LEADERSHIP dan DIGITAL TRANSFORMATION

Penulis : Irwan Susilo, tinggal di www.geospasia.com.

Menebak peran dan model profesi geolog seperti apa di masa depan sangat menarik. Lesunya industri migas, pasang surut industri ekstraksi, serta isu global pada saat ini akan sangat berpengaruh pada kebutuhan dan peran geologi. Rendahnya serapan geolog pada bidang konvensional yang tidak sebanding dengan banyaknya lulusan geologi setiap tahun menimbulkan pertanyaan mendasar. Kemana lulusan pendidikan geologi ini terserap? Bidang-bidang apa yang butuh kontribusi geolog? Pendidikan geologi seperti apa yang harus diterapkan? Keahlian apa saja yang diperlukan geolog di masa mendatang serta banyak pertanyaan lain yang harus dijawab.

Tantangan Masa Depan

Beberapa dekade lalu peran geolog saat sentral dalam pengembangan industri migas di Indonesia. Lesunya harga minyak dunia dan semakin terbatasnya penemuan cadangan yang ada menjadikan kegiatan eksplorasi ikut lesu. Kondisi ini tentunya diikuti dengan menurunnya serapan ahli geolog yang ada.

Demikian pula dengan bidang industri ekstraksi mineral dan batubara. Kondisi ekonomi dunia dan tensi geopolitik regional dan global yang kurang menguntungkan turut memberikan kontribusi terhadap pasang surut industri ini. Dua bidang mainstream serapan profesi geolog ini sangat berpengaruh terhadap menurunnya kebutuhan tenaga geolog yang ada pada saat ini.

Peluang dan tantangan geolog selain peningkatan kapasitas SDM dan penguasaan teknologi pada sektor mainstream juga datang dari permasalahan global. Planet kita saat ini dihadapkan pada tiga isu pokok yaitu global changes, urbanisation dan global pandemic. Perubahan iklim secara nyata telah memberikan dampak nyata bagi kehidupan manusia. Bencana alam atau bencana yang dipicu perubahan iklim, penurunan kualitas lingkungan, kemiskinan, kerusakan infrastruktur, ketahanan pangan, menurunnya ketahanan negara, ketegangan antar negara, disparitas sosial ekonomi menjadi isu-isu mengemuka di banyak negara. MDGs menjadi agenda masyarakat dunia guna mewujudkan kehidupan dan kualitas planet bumi ini menjadi lebih baik.

Meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia dan urbanisasi menjadikan beban planet bumi semakin berat. PBB memprediksi tahun 2050 penduduk dunia lebih dari 7 milyar dan hampir 70% masyarakat dunia akan tinggal di perkotaan. Perubahan dari rural ke urban perlu dikelola dengan baik agar daya dukung kawasan tetap terjaga dan berkelanjutan.

Urbanisasi serta penyediaan infrastruktur permukiman dan wilayah yang layak menjadi fokus perhatian ke depan. Smart City dalam kontek green city, smart energy, smart transportation, smart public services and participatory, security, wealth and health akan menjadi perhatian bagi pertumbuhan bagi kota-kota di dunia. Pemanfaatan lahan yang semakin terbatas, penyediaan air baku, penanganan pandemi, penanganan persampahan, penyediaan energi/energi baru terbarukan dan pemanfaatan material ramah lingkungan, serta pengurangan risiko bencana menjadi bagian penting dalam pembangunan wilayah/kota berkelanjutan dengan tetap memberikan ruang pertumbuhan ekonomi.

Revolusi Industri 4.0 dan 5G

The Fourth Industrial Revolution 4.0 yang diperkenalkan oleh Klaus Schwab seakan menemukan bahan bakar yang pas yaitu teknologi 5G. Hadirnya teknologi 5G dengan kecepatan hampir 40x dari teknologi 4G seakan semakin mempercepat penerapan industri 4.0 dengan menempatkan peran human centric dalam segala sisi bidang kehidupan.

Artificial intelligence, Machine/Deep Learning, IoT, Cloud, BigData, secara pelan namun pasti telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang serba cepat ini. Penyelesaian Isu-isu global yang ada saat ini memerlukan pendekatan teknologi kekinian, humanism dan togetherness untuk dunia yang lebih baik dan berkelanjutan.

Geolog Leadership

Menghadapi perubahan kondisi global yang sangat dinamis dengan isu-isu dan agenda global yang ada serta perkembangan teknologi terkini, para geolog perlu untuk melihat kembali perannya. Baik peran pada saat ini atau masa mendatang dengan merefleksi peran dan kontribusi geolog pada masa lalu.

Mau tidak mau geolog untuk masa kini dan masa depan harus melakukan digital transformation menyangkut kapasitas dan perannya. Geolog leadership saat ini dan ke depan akan bergeser dengan geolog leadership masa lalu. Digital transformation tidak hanya dilakukan oleh para geolog profesional namun juga para pelaku dan entitas pada sistem pendidikan geologi. Digital transformation pada dunia pendidikan geologi dan geolog profesional, harus mampu men-delivery nilai-nilai keprofesian geolog pada tatanan baru yang ada pada saat ini dan masa mendatang agar mampu berkontribusi dalam mengatasi permasalahan dan beban planet bumi ini.

Tiga hal utama menyangkut Geolog Leadership pada digital transformation adalah kemampuan adaptasi, kolaborasi, dan belajar dari masa lalu dengan cepat.

Kemampuan adaptasi geolog sangat dibutuhkan dalam menjawab tantangan jaman yang ada. Adaptasi menyangkut kemampuan membaca dan memberikan solusi bagi isu-isu yang ada di tengah kehidupan masyarakat serta peningkatan kapasitas SDM sesuai kebutuhan yang ada. Sebagai ilustrasi, industri migas generasi awal dibangun oleh para Geolog 1.0 dengan membangun model geologi sederhana yang bermodal palu, lup, dan kompas. Generasi industri migas selanjutnya dengan target produksi yg lebih dalam dan lebih besar dibangun oleh Geolog 2.0 dengan menambahkan dukungan teknologi geofisika, konsep baru dan pemodelan yang lebih baik. Demikian pula dengan generasi industri migas saat ini tentunya dituntut untuk mampu menemukan cadangan-cadangan baru yang lebih besar bahkan yang tidak konvensional. Geolog 3.0 dituntut untuk lebih akrab dengan AI, ML, Big Data, Cloud Computing dan teknologi kekinian lainnya sebagai skill tambahan guna menajamkan peran dan teknologi yang ada sebelumnya.

Demikian pula bagi geolog yang bekerja pada sektor ekstraksi, geoteknik dan hidrogeologi, lingkungan dan kebencanaan serta sektor lainnya perlu untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada. Penguasaan sains, matematika, engineering dan teknologi dengan penguasaan pengetahuan geologi yang baik menjadi kunci penting bagi peran geolog kedepan.

Kemampuan kolaborasi antar disiplin atau stakeholder lain dalam melihat, mengelola, dan memberikan solusi pada isu-isu aktual kehidupan saat ini menjadi sangat penting. Permasalahan yang dihadapi planet bumi saat ini sangat komplek. Butuh pemikiran dan tindakan kolaboratif lintas disiplin dengan mengedepankan aspek kemanusiaan dan kebersamaan. Kata kolaborasi dan jejaring akan menjadi mantra yang harus selalu dikedepankan bagi para Geolog 3.0 untuk berkontribusi pada berbagai bidang kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Learn to the past, akan membimbing para Geolog 3.0 agar mampu bertahan dan berkontribusi pada kehidupan saat ini dan masa mendatang. Geolog 3.0 harus belajar dari para Geolog 2.0 dan Geolog 1.0 yang telah teruji dan bertahan dari tantangan pada masanya dengan beradaptasi pada gelombang teknologi yang ada pada saat itu. Bagaimana mereka mengasah keahlian menjawab dan memberikan solusi permasalahan masa itu merupakan pelajaran yang sama untuk dijalankan para Geolog 2.0 di masa Revolusi Industri 4.0 ini agar mampu bertransformasi menjadi Geolog 3.0. Geolog yang tidak atau gagal beradaptasi akan tersisih, terdeformasi atau melting menjadi bentuk lain. Setiap geolog hidup pada jaman dan cekungannya sendiri dengan persoalan dan tanggung jawabnya masing-masing.

Apakah peran geolog akan makin berkurang ke depan? Rasa-rasanya justru peran geolog akan semakin dibutuhkan kehadirannya dalam rangka memberikan kontribusi bagi solusi atas dampak persoalan-persoalan global seperti bencana dan perubahan iklim, urbanisasi dan pertumbuhan penduduk dunia yang cepat, serta pandemi global guna kehidupan yang semakin baik dan berkelanjutan. Revolusi Industri 4.0 mengharuskan agar para Geolog melakukan digital transformation menjadi Geolog 3.0. Kemampuan adaptive, collaborative dan learning to the past merupakan geolog leadership yang dibutuhkan pada saat ini agar para geolog mampu bertahan, bertransformasi dan lebih berkontribusi bagi kehidupan yang lebih baik. Dinosaurus punah karena gagal beradaptasi, tidak seperti kecoa yang mampu bertahan hingga ini. Satu kata “adaptasi”! (irwan/geolog3080)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *